Tentara Jepang berpose didepan suatu tugu di kota Wanping
setelah keberhasilan mereka memukul mundur China.
Tentara China diatas genteng rumah-rumah
warga di kota Wanping.
Tentara Jepang menyebrangi Jembatan Marco Polo.
Jepang pada dasarnya adalah negara Imperialis, seperti negara-negara Eropa pada umumnya, dimana mereka menghendaki penjajahan
dan perluasan daerah kekuasaan. Semakin luas wilayahnya, semakin makmur pula negaranya, begitulah pemikiran orang-orang jaman dahulu. Meskipun mereka masih serumpun, tetapi kenyataannya sejak zaman samurai, China dan Jepang tidak pernah berteman dengan baik. Dan bukan rahasia lagi bahwa Jepang sudah berambisi menguasai wilayah China sejak ratusan tahun yang lalu.
Beberapa perang terbesar dalam sejarah Jepang selalu melibatkan China sebagai musuh mereka. Faktanya, dari zaman pra-sejarah pun
kedua bangsa ini tidak pernah akur. Contohnya perang pertama antara China dan Jepang terjadi pada priode Yamato, tepatnya pada tahun 663 Masehi, Jepang menelan kekalahan pahit yang menyakitkan. Dan sekitar 1000 tahun kemudian, Jepang dan China kembali larut dalam perang yang berdarah-darah. Armada Jepang saat itu juga sering mencegat dan melakukan perompakan di laut China Timur untuk menghancurkan jalur perdagangan dinasti China.
Pada masa modern, Jepang kembali mencoba merebut wilayah China, contohnya pada Perang Sino-Jepang Pertama yang terjadi pada 1894-1895, Perang Dunia Pertama, dan yang paling brutal dan paling berdarah, Perang Sino-Jepang Kedua. Perang Sino-Jepang Kedua menjadi perang antara Jepang dan China yang paling akbar,
dan (semoga saja) yang terakhir.
Perang besar ini berawal dari sebuah insiden kecil yang saat ini disebut Insiden Jembatan Marco Polo, atau Insiden 7 Juli. Jembatan Marco Polo, atau yang juga disebut Jembatan Lugou, adalah sebuah jembatan batu granit yang menjembatani sungai Yongding di distrik Fengtai, sekitar 15 Km dari pusat kota Beiping (Beiping = nama lain dari kota Beijing). Jembatan ini dibangun pada tahun 1100-an, awalnya diberi nama Lugou, tetapi namanya diganti pada tahun 1300-an dengan nama yang diambil dari nama penjelajah terkenal dari Venisia, Marcopolo, yang konon berteman baik dengan kaisar China saat itu sehingga sangat dihormati oleh kalangan orang China.
Jembatan Marco Polo adalah salah-satu tempat paling strategis di China. Pasalnya, jembatan ini adalah satu-satunya jalan masuk ke kota Beiping. Saking strategis dan berharganya jembatan ini, bangsa-bangsa pedagang kolonialis lain di China sampai berebut untuk menguasai jembatan ini. Saat itu para pendatang barat lebih berkuasa dari kaisar China itu sendiri, sehingga pribumi China sendiri merasa resah dan akhirnya melakukan perlawanan. Perlawanan ini terjadi disekitar taun 1900-an, didalangi oleh perkumpulan para atlet seni bela diri dari China yang disebut Yihequan, atau "Boxer" dalam terminologi orang Barat. (Sehingga peristiwa pemberontakan ini disebut dengan Pemberontakan Boxer)
Poster sarkastik oleh Dinasti Qing yang menggambarkan
China sebagai kue pie yang menjadi rebutan banyak orang.
Sayangnya, para pemberontak kalah dan pemerintah dinasti Qing China pun harus menandatangani perjanjian yang isinya adalah mengizinkan beberapa negara barat, termasuk Jepang juga, untuk mendirikan barak militer disekitar Jembatan Marco Polo. Dan tentunya juga mengizinkan untuk menempatkan pasukan-pasukan mereka disana. Pasukan-pasukan asing yang ditempatkan disana juga mendapatkan hak untuk melakukan kegiatan latihan seperti baris-berbaris dan simulasi perang, tetapi harus dengan izin tertulis yang dikeluarkan oleh pemerintah lokal terlebih dahulu.
Umumnya, negara lain yang termasuk dalam perjanjian tersebut hanya menempatkan beberapa-ratus pasukan mereka saja, lain halnya dengan Jepang yang menempatkan hampir 15.000 personil pasukannya di sekitar jembatan ini. (Pasukan Jepang yang berada ditempat kurang lebih berjumlah satu brigade infanteri, yang terdiri dari resimen artileri, unit kavaleri dan unit tank yang mempunyai sekitar 17 tank kelas ringan, termasuk juga 2 resimen infanteri yang ditempatkan di pinggiran kota Beiping dan Tianjin)
Kota Wanping sendiri adalah kota kecil yang terletak tepat di ujung jembatan Marco Polo, kota ini diberi tembok yang menutup seluruh bagian luar kota dan hanya mempunyai 2 gerbang masuk. Kota Wanping saat itu sangat strategis karena menjadi satu-satunya jalan masuk ke Beiping. (Kota ini konon pada zaman dahulu digunakan sebagai persembunyian para kaisar China saat perang atau semacam itu. Well, Wanping sebetulnya terlalu kecil untuk dikatakan sebagai kota, dan lebih mirip benteng pertahanan)
Hubungan China dan Jepang saat itu bisa dibilang cukup baik, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sampai pada tahun 1931, Jepang mulai menunjukkan wajah asli mereka. Tepat pada 18 September 1931, Jepang menyerbu Manchuria dan hanya berselang 5 bulan saja, Manchuria sudah menjadi negara boneka Jepang. Sejak itu, pemerintah China mulai mengawasi gerak-gerik Jepang. Yang pada akhirnya pihak partai Komunis dan Kuomintang (partai Nasionalis China) sepakat untuk menghentikan perang saudara yang sudah berlangsung sejak tahun 1927, dan bersatu melawan musuh bersama, Jepang. (Tetapi nantinya perang saudara tersebut kembali pecah setelah Jepang menyerah pada 1945. Perang Saudara China berlangsung sampai Mei 1950 dengan kemenangan pada pihak Komunis, Komunis pun akhirnya menjadi ideologi utama di China. Sedangkan partai Kuomintang diusir ke Taiwan. Di Taiwan, Kuomintang langsung mendeklarasikan kemerdekaan dan mengatur pemerintahan baru dibawah Chiang Kai-Shek. Sekiranya begitulah sejarah singkatnya)
Pada malam hari 6 Juli 1937. Jepang menggelar kegiatan latihan simulasi perang disekitar jembatan Marco Polo, tanpa memberikan informasi kepada pemerintah setempat. Sekitar pukul 23.00, beberapa pasukan patroli China disekitar Wanping terkejut dan mengira Jepang akan melakukan serangan mendadak. Salah seorang dari mereka pun memberikan tembakan peringatan ke arah pasukan Jepang dengan maksud memberikan aba-aba untuk menyuruh mereka berhenti melakukan kegiatan tersebut. Warga sipil di sekitar tempat kejadian pun panik. Alih-alih memberi tembakan peringatan, Jepang malah membalas tembakan tersebut. Kedua belah pihak pun saling membalas tembakan selama beberap jam, tetapi Jepang dengan segera menarik mundur pasukan mereka. untungnya tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Kecuali seorang serdadu Jepang yang bernama Shimura Kujiro, yang tidak segera melapor, dan lalu dinyatakan hilang.
Mayor Kiyano Ichiki melaporkan hilangnya serdadu tersebut ke petinggi militer Jepang. Ia menuduh warga sekitar-lah yang menculik orang mereka. Sekitar jam 24.00-01.00, kolonel Renya Mutaguchi, komandan resimen setempat, menghubungi markas pasukan kolonel Ji Xingwen untuk meminta izin memasuki Wanping untuk mencari serdadunya yang hilang. Tetapi permintaan ini ditolak. Ia lalu kembali menghubungi jenderal Qin Dechun, wakil dari komandan pusat 29th Route Army. Tetapi jenderal juga Qin menolak permintaan itu. Dan sebaliknya, jenderal Qin berjanji akan mengirimkan beberapa utusan untuk membantu mencari serdadu yang hilang tadi tanpa ada campur tangan Jepang. Karena masih curiga dengan Jepang, jenderal Qin diam-diam menghubungi markas pasukan divisi ke-37 pimpinan Feng Zhian untuk mempersiapkan pasukannya. Sekitar jam 4 pagi harinya, China menepati janji mereka dengan mengirimkan utusan untuk menyisir kota Wanping.
Pasukan China di Wanping dan sekitar jembatan
Marco Polo selama pertempuran terjadi.
Pasukan Jepang berjaga di Jembatan Marco Polo.
Evakuasi warga sipil dari Wanping.
Beberapa jam sebelumnya, sekitar jam 3 pagi hari 7 Juli, serdadu Jepang yang hilang tadi ternyata kembali ke barak, tetapi informasi ini tidak segera disebarkan. Jepang sudah terlanjur memerintahkan 4 kompi senapan mesin mereka untuk diam-diam mendekati kota Wanping, menunggu aba-aba untuk menyerbu. Sementara para utusan China sibuk mencari serdadu yang hilang itu, Jepang melancarkan penyerbuan besar-besaran ke posisi pasukan China di Wanping. Kendaraan-kendaraan lapis baja yang mengiringi infanteri mencoba menduduki Jembatan Marco Polo. Kolonel Ji Xingwen yang berada di tempat dengan sigap memerintahkan 1.000 orang anak buahnya untuk melakukan serangan balasan ke jembatan itu. Jembatan Marco Polo sempat berpindah tangan beberapa kali pada pertempuran ini, tetapi kemudian China berhasil dipukul mundur dari jembatan Marco Polo. Dimana pada tanggal 9 Juli akhirnya gencatan senjata tercapai setelah 2 hari pertempuran intensif.
Setelah diumumkannya gencatan senjata, petinggi-petinggi dari kedua belah pihak berusaha melakukan negosiasi secara politis untuk mendinginkan situasi. Berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh para jenderal-jenderal militernya, jenderal Masakazu Kawabe, komando pusat garnisun di China, memerintahkan untuk kembali melakukan serangan ke Wanping. Kegilaan jenderal Kawabe malah menjadi-jadi saat ia berusaha memerintahkan satu divisi dari Chosengun Korea, dua brigade dari Kwantung dan satu resimen udara untuk memberikan bala bantuan ke daerah Wanping. Tentu saja perintah ini ditanggapi negatif oleh petinggi negara Jepang, bala bantuan tersebut lalu ditarik kembali.
Pada 12 Juli, Jenderal Kanichiro Tashiro meninggal dunia karena sakit. Jeneral Kiyoshi Katsuki kemudian diangkat menjadi penggantinya. Dengan datangnya bala bantuan yang sempat ditarik kembali beberapa hari sebelumnya, Katsuki langsung memerintahkan untuk kembali menyerbu Wanping pada 14 Juli 1937. Pasukan 29th Route Army kemudian dipukul mundur ke Beiping. Perang sino-Jepang Kedua pun dimulai.
Lalu, bagaimanakah kisah serdadu yang hilang tadi ?
Shimura Kujiro, yang saat itu ikut kegiatan latihan bersama di malam 6 Juli tiba-tiba merasa perutnya sakit dan tanpa izin dari perwiranya langsung kabur ke suatu tempat untuk berak, ia berak di balik semak-semak lebat yang cukup jauh dari area latihan mereka. Shimura Kujiro pergi selama berjam-jam tanpa diketahui oleh satupun teman-temannya. Ia akhirnya kembali melapor ke markasnya pada jam-jam waktu Subuh atau sekitar jam 3 pagi waktu setempat.
Secara tidak langsung, Shimura Kujiro-lah yang memulai Perang Sino-Jepang Kedua. Jutaan nyawa melayang hanya karena seorang tentara... berak.
Pihak Yang Berseteru :
- Jepang
- China
Tempat Kejadian :
Sekitar Sungai Yogding dan Wanping. Distrik Fengtai, Beijing
Tanggal Kejadian :
6-9 Juli 1937, Insiden Jembatan Marco Polo
14 Juli 1937, Bala bantuan Jepang mendarat dan langsung melakukan penyerbuan ke Wanping
20 Juli 1937, Jembatan Marco Polo dan Wanping sepenuhnya diduduki oleh Jepang
Akhir bulan Juli 1937, Jepang mempersiapkan pasukannya untuk menyerbu Beiping dan Tianjin.
Tembok bagian selatan kota Wanping. Terdapat bekas
tembakan artileri Jepang yang sengaja tidak di recover untuk dijadikan sebagai memorial. Sementara batu-batu hitam besar yang
ditulisi tersebut menceritakan tentang terjadinya
Insiden Jembatan Marco Polo.